Metode Penemuan Illat Hukum Forex Kaufen


A. Pendahuluan Konsep penemuan hukum merupakan teori hukum terbuka Yang Pada pokoknya bahwa Suatu aturan Yang Telah dimuat dalam ketentuan-ketentuan hukum Yang ada dalam Al Quran dan Hadis serta hukum postif (baca Undang-Undang, Quanun dan Fiqh) dapat saja dirubah maknanya, meskipun Tidak ada diubah kata-katanya guna direlevasikan dengan fakta konkrit yang ada. Keterbukaan sistem hukum karena terjadi kekosongan hukum, baik karena belum ada undang-undangnya maupun undang-undang tidak jelas. Persoalan hukum yang tidak jelas bunyi teks suatu undang-undang, maka dalam metode penemuan hukum dapat dilakukan dengan beberapa metode seperi metode bayani, ta 8223 lii dan istislahi. Memperhatikan jenis-jenis metode penemuan hukum ataupun metode penerapan hukum dalam ilmu hukum Islam (istinbath al-hukm) dan penerapan hukum (tathbiq al-hukm), dalam hukum Islam sebenarnya tidak Jauh berbeda dengan metode penemuan hukum dan penerapan hukum Yang digunakan oleh praktisi hukum Umum Demikian pula dengan metode Yang diberlakukan dalam Suatu negara menurut hukum Islam Yang Telah dikemukan oleh para Juris Islam (fuqaha 8223) dan sangat mendasar metode Yang Mereka temukan, seperti pemahaman hukum Yang terdapat dalam teks hukum dikaji dengan metode seperti dengan metode hermeneutika maupun Dari segi bahasanya Yang-Krankheit Ushul. B. Pengertian Motode Penemuan Hukum Der Islam Dalam istilah ilmu Ushul Fidschi moydo penemuan hukum dipakai dengan istilah 8220istinbath8221. Istinbath artinya adalah mengeluarkan hukum dari dalil, jalan istinbat ini memberikan kaidah-kaidah yang bertalian dengan pengeluaran hukum dari dalil. Imam Al-Ghazali Dalam Kitabnya 8220Al-Mustashfa, Memasukan Dalam bab III dengan judul 8220Thuruqul Istitsmar8221. Jika dilihat tujuan mempelajari Ushul Fiqh maka passwar yang paling penting dalam mempelajari ilmu tersebut adalah agar dapat mengetahui als mempraktekkan kaidah-kaidah cara mengeluarkan hukum dari dalilnya. Dengan demikian metode penemuan hukum merupakan thuruq al-istinbath yaitu cara-cara Yang ditempuh seorang mujtahid dalam mengeluarkan hukum Dari dalilnya, baik dengan menggunakan kaidah-kaidah bahasa (lingkuistik) maupun dengan menggunakan kaidah-kaidah Ushuliyah Verschiedenes. Ahli Ushul Fiqh menetapkan ketentuan bahwa untuk mengeluarkan hukum dari dalilnya härus terlebih dahulu mengetahui kaidah syar 8223 iyyah dan kaidah lughawiyah. 1. Kaidah syar 8223 iyyah Yang dimaksud dengan kaidah syar 8223 iyyah ialah ketentuan umum yang ditempuh syara 8223 dalam menetapkan hukum als tujuan penetapan hukum bagi subyek hukum (mukallaf). Selanjutnya perlu juga diketahui tentang penetapan dalil yang dipergunakan dalam penetapan hukum, urut-urutan dalil, tujuan penetapan hukum dan sebaginya. 2. Kaidah lughawiyah Dengan kaidah lughawiyah, makna dari suatu lafaz, baik dari dalalah-nyamaupun Sie sind nicht eingeloggt. Sie müssen sich vermutlich registrieren, bevor Sie Beiträge verfassen können. Kaidah ini berasal dari ketentuan-ketentuan ahli lughat (bahasa) yang dijadikan sandaran oleh ahli ushul dalam memahami arti lafaz menurut petunjuk lafaz dan susunannya. Dengan demikian istinbath adalah cara bagaimana memperoleh ketentuan Hukum-Islam dari dalil-dalilnya sebagaimana dibahas dalam ilmu Ushul Fiqh. U U....................... Beristinbath hukum Dari Dalil-dalilnya dapat dilakukan dengan Jalan pembahasan bahasa Yang dipergunakan dalam Dalil Al-Quran atau Sunnah Rasul, dan dapat pula dilakukan dengan Jalan memahami jiwa hukum Yang terkandung dalam dalilnya, baik Yang menyangkut latar Belakang Yang Menjadi landasan ketentuan hukum ataupun Yang Menjadi Tujuan ketentuan hukum. Syarat untuk dapat beristinbath dengan jalan pembahasan bahasa adalah harus memahami bahasa dalil Al Quran als Sunnah Rasul, yaitu bahasa Araber. Tanpa memiliki pengetahuan bahasa Araber, beristinbath melalui pembahasan bahasa tidak dapat dilakukan. Dari sinilah dapat diketahui bahwa pengetahuan tentang bahasa arabisch merupakan hal yang mutlak wajib dipelajari oleh seiap orang yang ingin berijtihad. C. Penemuan hukum Penemuan hukum (rechtsvinding) pada dasarnya merupakan wilayah kerja hukum yang sangat luas cakupannya. Ia dapat dilakukan oleh orang-perorangan (individu), ilmuwanpeneliti hukum, para penegak hukum (Hakim, Jaksa, polisi, dan pengacaraadvokat), direktur Perusahaan Swasta dan BUMNBUMD sekalipun. Dalam Makalah ini, Penulis membatasi diri pada upaya Penemuan hukum secara penelitianischen hukum dari sudut kajian akademisi, yang kemamfaatannya dapat dirasakan oleh semua kalangan khsusnya praktisi hukum Islam. Halb demikian dimaksudkan tidak semata-mata menyangkut penerapan peraturan-peraturan hukum terhadap peristiwa konkret, tetapi juga stiftung hukum dan pembentukan hukumnya sekaligus. D. Metode Bayani Dalam perspektif penemuan hukum Islam dikenal juga dengan istilah metode penemuan hukum al-bayan mencakup pengertian al-tabayun dan al-tabyin. yakni proses mencari kejelasan (azh-zhuhr) dan pemberian penjelasan (al-Jizhar) upaya memahami (al-Fahm) dan Komunikasi pemahaman (al-ifham) perolehan Makna (al-talaqqi) dan penyampaian Makna (al-tablig). Dalam perkembangan hukum bayani atau setidak-tidaknya mendekati sebuah metode Yang dikenal juga dengan istilah hermaneutika Yang bermakna 8220mengartikan 8223. 8220menafsirkan 8223 atau 8220menerjemah 8223 dan juga bertindak sebagai penafsir. Dalam pengertian ini dapat dipahami sebagai proses mengubah Suatu Dari situasi ketidaktahuan Menjadi mengerti, atau Usaha mengalihkan Diri Dari bahasa Asing Yang maknanya masih gelap ke dalam bahasa kita sendiri Yang maknanya Lebih jelas, atau Suatu proses transformasi pemikiran dari yang Kurang jelas atau ambigu menuju ke Yang Lebih Penemuan hukum esu selalu berkonotasi hukumnya sudah ada sehingga tinggal bagaimana cara menerapkan dalam peristiwa konkrit. Sedangkan pembentukan hukum berkonotasi bahwa hukumnya belum ada sehingga Harus membentuk hukum Yang dibutuhkan masyarakat itu sehingga Jangan terjadi kekosongan hukum (rechts Vakuum) atau kekosongan Undang-Undang (Nasssauger). Sementara penciptaan hukum berkonotasi hukumnya sudah ada tetapi tidak jelas atau kurang lengkap, jelaskonkret bentuk transformationsi makna semacam ini, merupakan hal yang esensial dari pekerjaan seorang penafsirmuffasir. Dalam tradisi Hukum Islam sesungguhnya terminologi hermeneutika telah lama dikenal dalam keilmuan Islam yang sering krieg der denban istilah 8220ilmu tafsir8221 (ilm ta 8223 wil dan ilm al bayan). Bahkan dalam perkembangan dewasa ini ilmu tafsir mengalami Kemajuan Pešat dalam Wacana keislaman, dalam perspektif Yang Lebih spesifik, penggunaan istilah 8220ilmu tafisr 8223 ditujukan (dikhitobkan) Pada Terminologie 8220hermeneutika Al-Quran8221 sebagaimana padanan kata Dari hermeneutika Pada umumnya. Trem yang digunakan dalam kegiatan interprestasi dalam wacana ilmu keislaman adaah 8220tafsir8221. Kata tafsir berasal dari bahasa arabische fassara atau safara yang artinya digunakan secara teknis dalam pengertian eksegesisi (penafsiran teks) di kalangan orang islam sejak abad ke-5 hingga sekarang. Secara Erkenntnistheorie kata Tafsir (al-Tafsir) dan ta 8223 wil (al-ta 8223 wil) sering kali disinonimkan pengertiannya ke dalam 8220penafsiran 8223 atau 8220penjelasan 8223. Al-Tafisr berkaitan dengan interprestasi eksternal (exoteric Exegese), sedangkan al-ta wil 8223 Lebih merupakan isnterprestasi dalam (esoterische exegese) yang berkaitan dengan makna batin teks als penafsiran metaforis terhadap Al-Quran. Dengan kata lain al-tafsir suatu upaya untuk menyingkap sesuatu yang samar-samar dan tersembunyi melalui vermittler, sedangkan ta 8223 wil kembali ke sumber atau sampai pada tujuan, jika kembali kepada sumber menunjukan tindakan yang mengupayakan gerak reflektif, maka makna sampai ke tujuan adalah gerak Dinamis. Yang dalam bahasa hukum islam merupakan ilmu atau seni menginprestasikan (die kunst pf interprestation) 8220die 8223 atau memahami sesuatu dalam pengertian memahami teks hukum atau peraturan perundang-undangan dan kapasitasnya menjadi objek yang ditafsirkan. Kata sesuatuteks di sini bisa berupa. teks hukum, peristiwa hukum, fakta hukum, Dokumen resmi negara, Naskah-Naskah kuno, ayat-ayat ahkam dan kitab suci atapun berupa pendapat dan hasil ijtihad para ahli hukum (doktrin). Motte dan teknik menafsirkannya dilakukan secara holistik dalam bingkai keterkaitan antara teks, konteks dan kontekstualisasi. Secara filosofis metode bayani mempunyai tugas ontologis yaitu menggambarkan hubungan yang tidak dapat dihidari antarä tek dan pembaca, masa lalu dan sekarang yang memungkinkan untuk memahami kejadischen yang pertama kali (geniun) Urgensi kajian ini dimaksudkan tidak hanya akan membebaskan kajian-kajian hukum dari otoritarianisme para yuris Positiv yang elitis tetapi juga dari kajian-kajian hukum kaum strukturalis atau behavioralis yang terlalu emperik sifatnya. Sehingga diharapkan kajian tidak semata-mata berkutat demi kepentingan profesi yang eksklusif semata-mata menggunakan paradigma positivisme als metode logis formale, namun lebih dari itu agar para pengkaji hukum supaya menggali als meneliti makna-makna hukum dari perspektif para pengguna danatau para pencari keadilan. Relevansi dari kajian penemuan hukum bayani mempunyai dua makna sekaligus: Pertama, metode bayani dapat diahami sebagai metode interprestasi atas teks-teks hukum. Sebagaimana yang pernah diambil von Nabi Idris esiensinya adalal sebuah ilmu atau seni menginterprestasikan (die Kunst von interprestasi) teks. Ketika penafsiran wahyu Tuhanbahasa langit, sehingga difahami oleh makhluk di bumi. Di mana pada lalu telah mengklaim dirinya sebagai satu-satunya yang berwenang akademisi dan professionelle untuk menginterprestasikan dan membberikan makna kepada hukum atau metode memahami terhadap suatu naskah normatif, di mana berhubungan dengan isi Kaidah hukumnya), baik yang tersurat maupun yang tersirat, atau antara bunyi hukum und semangat hukum. Kedua, metode bayani juga mempunyai pengaruh besar atau relevansi dengan teori penemuan hukum. Hal mana ditampilkan dalam kerangka pemahaman lingkaran spriral hermenuetika (cyricel hermeneutik) yaitu berupa proses timbal-balik antara kaidah-kaidah dan fakta-fakta. Di bawah ini dapat Kita Lihat Bagaimana Proses Penemuan Hukum, Yang Dilakukan Oleh Ahli Hukum Dengan Pendekatan Metode Bayani: 1. Penemuan hukum bayani oleh qadhi (Hakim). Sebelum mengambil putusan (ex ante) Krankheiten 8220heuristika8221 yaitu proses mencari dan berfikir yang mendahului tindakan pengambilan putusan hukum. Pada tahap ini berbagai argumen prokontra terhadap suatu putusan tertentu ditimbang-timbang antara yang satu dengan yang lain, kemudian ditemukan mana yang paling tepat. Dan Tahap Sesudah Pengambilan Putusan (ex post) Krankheiten 8220legitimasi8221 Yang Berkenan Dengan Pembenaran Dari Putusan Yang Sudah Dimbil. Pada tahap ini Putusan diberi motivasi (pertimbangan) dan argumentasi secara kräftig, dengan cara menyusun suatu penalaran yang sekundär rasional dapat dipertanggungjawabkan. Apabila suatu Putusan hukum tidak bisa diterima oleh Forum hukum, maka berarti Putusan itu tidak memperoleh legitimasi. Konsekuensinya, premis-premis yang baru harus diajukan, dengan tetap berpegang pada penalaran ex ante, untuk menyakini forum hukum tersebut agar putusan dapat diterima. Disnilah pentingnya penemuan hukum bayani oleh hakim pada saat menemukan hukum. Penemuan hukum oleh hakim tidak semata-mata hanya penerapan undang-undang als peraturan-peraturan hukum terhadap peristiwa konkrit, tetapi sekaligus pencipta hukum als pembentuk hukum. 2. Penemuan hukum bayani oleh badan legislasi. Metoden penemuan hukum ini mempunyai peran penting bagi para pembuat undang-undang als peraturan kebijakan, sebab pembuatan hukum yang dimulai dari perencanaan, perancangan pembahasan, putusan, sampai dengan sosialisasi hukum esu sarat dengan pekerjaan interprestasi atau pemahaman hukum. Interperstasi itulah meruapakan Ruh dari metode bayani. 3. Ilmuwan hukumFuqahak. Ilmuwanfuqahak berperan dalam Mitgliedsorgan anotasi (pandangan dan penilaian hukum) atas suatu pristiwa Hukum di masyarakat sehemen meningkatkan bobot dan kualitas hukum. (Arabisch) arabisch arabisch arabisch arabisch arabisch arabisch arabisch arabisch arabisch arabisch arabisch arabisch arabisch arabisch arabisch arabisch arabisch arabisch arabisch arabisch arabisch arabisch arabisch arabisch arabisch arabisch arab Interprestasi Gramatikal (menurut bahasa). Penafsiran kata-kata dalam teks hukum sesuai kaidah bahasa dan kaidah hukum tata bahasa. Dengan mencoba menangkap arti sesuatu teksperaturan menurut bunyi kata-katanya dari hasil interprestasinya bisa lebih mendalam dari teks aslinya, sebuah kata dapat mempunyai berbagai arti, dalam bahasa fiqh dikenal dengan kata-kata 8220musikkarate 8223. B. Interprestasi historis. Setiap ketentuan hukum mempunyai sejarahnya sendiri, oleh karenaya harus menafsirkan dengan jalan menelitisches sejarah kelahiran hukum itu dirumuskan. Dalam Konteks ini dapat dilakukan dua bentuk, yaitu pertama, mencari Maksud Dari aturan hukum pembuat Undang-Undang (Syari 8223) sehinggga kehendak pembuat hukum sangat menentukan. Kedua, Sejarah kelembagaan hukumnya atau Sejarah hukumnya (rechthistorisch) adalah metode interprestasi Yang ingin memahami Undang-Undang dalam Konteks seluruh Sejarah hukumnya, khusunya Yang tekait dengan kelembagaan hukumnya. Maka dalam konteks sejarah Hukum Islam timbulnya hukum dalam penafsiran hukum Islam dapat Dilihat Dari Asbabunul Ayat atau Asbabul Wurud Hadist. C. Interprestasi sistematis. Penafsiran sebuah aturan hukum atau ayat sebastian bagian dari keseluruhan sistem, artinya aturan itu tidak berdiri sendiri, tetapi selalu difahami dalam kaitannya dengan jenis peraturan yang lainnya, seperti penafsiran ayat dengan ayat, ayat dengan hadis, hadis dengan ayat, hadis dengan hadis. D. Interprestasi sosiologis atau teologis. Secara sosiologisteologis apabila makna peraturanayat Ernährungsberaterin. Dalam interprestas ini dapat menyelesaikan adanya perbedaan atau kesenjangan antara sifat positif hukum (rechtpositiviteit) dengan kenyataan hukum (rechtwerkejkheid) sehingga interprestasi sosialogis dan teologis sangat Penting. Sebagai contoh penerapan hukum Yang diterapkan oleh Umar bin Khathab tidak Potong tangan bagi Pencuri, postif hukum setiap Pencuri Potong tangan, namun kenyataan hukum tidak dilaksanakan karena situasi keadaan masyarakat. D. h. Interprestasi komparatif. Dimaksudkan sebagai metode penafsiran dengan jalan membandingkan (muqarina) berbagai sistem hukum baik dalam suatu negara islam ataupun membandingkan pendapat-pendapat imam mazhab. F. Interperstasi futuristik. Disebut juga metode penemuan hukum yang bersifat antisipasi yaitu penjelasan ketentuan hukum dengan berpedoman pada aturan yang belum mempunyai kekuatan hukum. Karena peraturannyas masih dalam rancangan. G. Interperstasi restriktif. Metode interprestasi Yang sifatnya membatasi, seperti gramatika kata 8220tetangga8221 dalam fiqh mu 8223 amalah, dapat diartikanisch setiap tetangga esu termasuk penyewa dari perkarangan di sebelahnya, tetapi kalau dibatasi menjadi tidak termasuk tetangga penyewa, ini berarti seorang qadhi telah melakukan interprestasi restriktif. H. Interprestasi ekstensif. Metode penafsiran yang muat interprestasi melebihi batas-batas hasil interprestasi Grammatik, seperti Perkataan al-ba 8223 i dalam fiqh mu 8223 amalah oleh qadhi boleh di tafisrkan seca luas yait tidak saja jual beli termasuk segala peralihan hak. ich. Interprestasi otentik atau secara resmi. Dalam jenis interprestasi ini, qadhi tidak diperkenankan melakukan penafsiran dengan cara lain selaian dari apa yang telah ditentukan pengertiannya di dalam undang-undang itu sendiri. J Interperstasi-Interdiszipliner. Bisa dilakukan dalam suatu analisis masalah yang menyangkut berbagai disipilin ilmu hukum, der sini dipergunakan logika penafsiran lebih dari satu cabang ilmu hukum. Sebagai contoh, interprestasi atas Pasal Yang menyangkut kejahatan 8220korupsi8221 Hakim dapat menafsirkan ketentuan Pasal ini dalam berbagai Sudut pandang yaitu hukum pidana, administrasi negara dan perdata. K. Interprestasi Multidisipliner. Sehorang hakim harus juga mempelajari suatu atau beberapa Disziplin ilmu lain di luar ilmu hukum. Dengan kata lain, di sini hakim muhuhkan verifiziert als bantuan dari lain-lain disiplin ilmu. B. Metode Ta8217lili Sebelumnya Penulis akan menguraikan sekitar masalah 8222illat. Ulama Ushul Fiqh Membranarakan masalah8222illah Ketika Membranen qiyas (Analogie). 8222Illah merupakan rukun qiyas und qiyas tidak dapat dilakukan bila tidak dapat ditentukan 8222illahnya. Setiap hukum ada 8222illah yang melatarbelakanginya. 8222Illat sebagian ulama mendefenisikan sebagai suatu sifat-lahir yang menetapkan als sesuai dengan hukum. Defenisi lag dikemukakan oleh sebagaian ulama Ushul Fiqh. 8222Illat ialah suatu sifat khas yang dipandang sebagai dasar dalam penetapan hukum. Orang yang mengakui von adanaa 8222illat von dalam nash, von bergi ia mengakui adanya qiyas. Para Ulama Ushul Fiqh memandang masalah 8222illat Menjadi 3 golongan: 1. Golongan pertama (Mazhab Hanafi dan Gumhur) bahwa nash-nash hukum Pasti memiliki 8222illat, sesunggunya sumber hukum asal adalah 8222illat hukum itu sendiri, hingga ada petunjuk (Dalil) Yang menentukan gelegen. 2. Golongan yang kedua sebaliknya, bahwa nash-nash hukum itu tidak ber 8223 illat, kecuali ada dalil yang menentukan adanya 8222illat. 3. Golongan ketiga ialah ulama yang menentang qiyas (nufatul qiyas) yang mengganggap tidak adanya 8222illat hukum. Dengan semakin luasnya perkembangan kehidupan als makin dirasakan meningkatnya tuntutan pelayanan hukum dalam kehidupan umat Islam. Maka banyak ketentuan hukum nash yang harus memperhatikan jiwa yang melatarbelakanginya, jiwa esu tidak dalam aplikasinya pada suatu saat dan keadaan tertentu, ketentuan hukum yang buchstaben dalam nash tidak dilaksanakan. Yang dimaksud dengan jiwa yang melatarbelakangi sesuatu ketentuan hukuim ialah 8222illat hukum atau kausa hukum. Selama 8222illat hukum masih terlibat, ketentuan hukum berlaku, sedang jika 8222illat hukum tidak tanpak, ketentuan hukum Wortspiel tidak berlaku. Dalam perkembangan ilmu Hukum-Islam, para fukahak melahirkan kaidah fiqh yang mengatakan. 8220Hukum esu berkisar bersama 8222illatnya, baik ada atau tidak adanya. Arti kaidah fiqih tersebut ialah setiap ketentan hukum berkaitan denga 8222illat (kausa) Yang melatarbelakanginya jika 8222illat ada, hukum Wortspiel ada, jika 8222illat tidak ada, hukum Wortspiel tidak ada. Menentukan sesuatu sebagi 8222illat hukum merupakan hal yang amat pelik. Oleh karenanya, memahami jiwa, hukum, yang, dilandasi, iman, yang, kokoh, merupakan, keharusan, untuk, dapat, menunjuk, 8222illat, hukum, secara, tepat. Mengenai adanya kaitan Antara 8222illat dan hukum, para fuqaha mazhab Zahiri tidak dapat menerimanya Sebab Yang Sesunguhnya mengetahui 8222illat Hukum Hanyalah Allah dan Rasul-Nya. Manusia tidak mampu mengetahuinya secara pasti. Manusia wajib taat kepada ketentuan hukum nash menurut apa adanya. Menetapkan adanya kaitan hukum dengan 8222illat yang melatarbelakangi amat diperlukan jika kita akan mengetahui hukum peristiwa jang belum pernah terjadi pada masa Nabi, Yang terlihat adanya persamaaan 8222illat Hukum Peristiwa Yang Terjadi Pada masa Nabi Dämon Dalam Nash. Dengan mengetahui 8222illat hukum peristiwa yang terjadi pada masa Nabi Dapat Dilakukan Qiyas Atau Analogi Terhadap Peristiwa Yang Terkadi Kemudian. 8222Illat sangat penting dan sangat menentukan ada atau tidak anzeigen adanya hukum dalam kasus baru sangat berganung pada ada atau tidak adanya 8222illat pada kasus tersebut. Sehingga 8222illat dirumuskan sebonai suatu sifat tertentu yang jelas dan dapat diketahui secara obyektif (zhahir), dapat diketahui dengan jelas dan ada tolak ukurnya (mundabith) dan sesuai dengan ketentuan hukum, yang eksistensinya merupakan penentu adanya hukum. Sedangkan hikmat adalah yang menjadi tujuan atau maksud disyariatkannya hukum, dalam wujud kemaslahatan bagi manusia. 8222Illat merupakan 8220tujuan yang dekat8221 dan dapat dijadikan dasar penetapan hukum, sedangkan hikmat merupakan 8220tujuan yang jauh8221 dan tidak dapat dijadikan dasar penetapan hukum. Sedangkan menurut al-Syatibi berpendapat bahwa yang dimaksud dengan 8222illat adalah hikmat esu sendiri, dalam bentuk mashlahat dan mafsadat, yang berkaitan dengan ditetapkannya perintah, larangan, atau keizinan, baik keduanya itu zhahir atau tidak, mundhabith atau tidak. Jadi baginya 8222illat itu tidak lain kecuali von adalah mashlahat von mafsadat itu sendiri. Kalau demikian halnya, maka baginya von hukum dapat von ditetapkan berdasarkan von hikmat, von tidak berdasarkan 8222illat. Sebenarnya hikmat dengan 8222illat mempunyai hubungan yang erat dalam rangka penemuan hukum. Berdasarkan pernyataan di atas dapat dipahami, bahwa dalam qiyas penemuan 8222illat dari hikmat sangat menentukan keberhasilan mujtahid dalam menetapkan hukum. Dari sinilah dapat Dilihat betapa eratnya hubungan antara metode qiyas dengan maqashid al-syari 8223 at. Dalam pencarian 8222illat dinyatakan bahwa salah satu syarat diterimanya shifat menjadi 8222illat adalah bahwa shifat tersebut munusabat, yakni sesuai dengan maslahat yang diduga sebagai tujuan disyariatkan hukum itu. Maslahat dalam 8222illat menjadi maslahat daruriyat, hajiyyat, dan takmiliyyat, dan dani sinilah muncul pengembangan prinsip dan teori maqashid al-syariat. Dengan demikanischen dapat dikatakan bahwa mashlahat yang menjadi tujuan utama disyariatkan hukum Islam, merupakan faktor penentu dalam menetapkan hukum melalui jalur qiyas. 8222Illat adalah hal yang von 8220syari 8223 (pembuat aturan) von dijadikan tempat bersandar, tempat bergantung von petunjuk adanya ketentuan hukum. 8222Illat Pada pokoknya dapat dibagi Menjadi 3 macam atas dasar sumber pengambilannnya, yaitu 8222illat diperoleh dengan Dalil naqli, nas Yang diperoleh dengan ijma 8223 dan 8222illat Yang diperoleh dengan Jalan istinbath (pemahaman kepada nash) .8222Illat Yang diperoleh dengan Dalil naqli dibagi lagi Menjadi tiga macam , yaitu yang diperoleh dengan jelas disebutkan dalam nash yang disebut sharih, Contoh, dalam bidang ibadah (Shalat qashar), boleh atau tidaknya, maka ditetapkan kebolehannya itu 8222illatnya karena safr, sedangkan musyaqatnya merupakan hikmat yang diperoleh hanya dengan isyarat, yang disebut ima, dan Yang diperoleh dari adanya petunjuk sebab. 8222Illat yang diperoleh dengan jalan istinbath merupakan hal yang amat pelik. Untuk menentukan 8222illat dengan jalan istinbath diperlukan ketajaman pemikiran. Sifat pemikiran kefilsafatan dalam menentukan 8222illat denal jalan istinbath ini amat nyata. Untuk menentukan 8222illat dengan jalan istinbath ditempuh dua macam cara, yaitu: Jika di dalam sesuatu ketentuan hukum terdapat beberapa hal yang dirasakan sesuai benar sebagai 8222illat hukum, untuk menentukan mana di antara hal itu yang benar-benar sebab 8222illat dilakukan taqsim dan sabr. Taqsim ialah membatasi halb yang dirasakan sesuai sebagai 8222illat hukum, dan sabr adalah meneliti halb jang telah dibatasi dan dirasakan sesuai sebagi 8222illat hukum itu sehingga dapat diketahui mana yang harus disisihkan sebai 8222illat dan mana yang harus diamblil atau ditetapkan. Cara ini merupakan peluang amat luas untuk berijtihad dan amat memungkinkan terjadi perbedaan pendapat di kalangan para mujtahid. B. Menetapkan kesesuaian 8222illat bagi sesuatu ketentuan hukum dengan mengkaji 8222illat yang sesuai dengan hukum, kemudian menetapkan berlakunya 8222illat es ist terhadap hukum bersangkutan. 8222Illat yang sesuai dengan ketentuan hukum itu erbärmlich al-8222illah al-munasibah. Al-8222illah al-munasibah ada empat macam, yaitu. 8222illat muatstsirah (membekas), 8222illat mula-imah (sejalan), 8222illat gharibah (asing) dan 8222illat mursalah (lepas, bebas). Di bawah ini akan dibahas tentang empat 8222illat itu: 1) Al-8222illah al-munasab 8222Illat yang secara jelas dapat diperoleh dari nash atau 8222ijma 8223 dan diketahui membekas pengaruhnya terhadap ketentuan hukum. Misalnya perwalian yang ditetapkan atas anak di bawah umur, yang dipandang 8222illatnya adalah keadaan von bawah umur. 2) Al-8222illat mula-imah 8222Illat Yang Diperoleh Dari Nash, Tetapi Agak Jelas Membekas Pengarunya Terhadap Hukum Karena Nash Yang Mengandung Hukum Memang Tidak Mitglied Mitglied Kerjelasan mengenai 8222illatnya. Namun 8222illat itu dapat dipeoleh dari sejumlah nash len mengenai masalah yang sejenis yang dapat dipandang ada kesejalananya untuk dijadank 8222illat hukum yang bersangkutan. 3) Al-8222illat gharibah 8222Illat Yang diperoleh Dari nash, tetapi tidak jelas bahwa 8222illat itu membekas pengaruhnya terhadap hukum dan tidak ketahui dengan jelas kesejalanannya dengan hukum bersangkutan Dari nash gelegen mengenai masalah Yang bersangkutan Dari nash mengenai masalah Yang sejenis gelegen. Namun 8222illat yang diperoleh dari nash esu sendiri dipandang sesuai dengan hukum yang diakandungnya. 4) Al-8222illat mursalah 8222Illat Yang tidak terdapat pendukungnya dari nash, tetapi dapat diketahui dari jiwa ajaran Der Islam pada umumnya. 8222Illat macam inilah yang merupakan hal yang amat pelik. Untuk menetapkannya diperlukan ketajaman pandangan dan keluasan cakrawala pemikiran tentang tujuan dan rahasien hukum Islam khususnya dan ajaran Islam umumnya. Oleh karenanya 8222illah von adalah sifat yang jelas von ada tolak ukurnya, von yang di dalamnya von adanya hikmah von pada kebanyakan von keadaan. Maka 8222illah ditetapkan sebagi bertanda (madzinnah) yang dapat ditegaskan dengan jelas bagi adanya hikmah. E. Metode Istislahi Sebagaimana halnya metode ijtihad lainya, al-maslahat al-mursalah juga merupakan metode penemuan hukum Yang kasusunya tidak diatur Secara eksplisit dalam Al-Quran dan Hadis. Hanya saja metode ini lebih menekankan pada aspek maslahat secara langsung. Sehubungan dengan metode ini, dalam ilmu il il il il il il il il il il il il il il il il il il il il il il il.................................. Mas.............................................. Sedangkan maslahat yang kedua adalah yang bertentangan dengan ketentuan yang termaktub dalam kedua sumber hukum Islam tersebut. Di antara kedua maslahat tersebut, ada yang,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, und der Hotelstil ist: Günstige. Durch seine günstige Lage, östlichen Viertel, nur 5 Minuten mit dem Auto vom Stadtzentrum entfernt, ist dieses Hotel der ideale Aufenthaltsort, um die Sehenswürdigkeiten von Kuala Lumpur zu besichtigen, Istilah yang sering digunakan dalam kaitan dengan metode ini adalah istislahi. Istislah adalah suatu cara penetapan hukum terhadap masalah-masalah yang tidak dijelaskan hukumnya oleh nash als ijmak dengan mendasarkan pada pemeliharaan al-mashlahat al-mursalat. Pada dasarnya mayoritas ahli Ushl Fiqh menerima metode maslahat mursalat. Untuk menggunakan metode tersebut mereka Mitglied Mitglied beberapa syarat. Imam Malik Mitgliedsstaat persyaratan sebagai berikut: 1. Maslahat tersebut bersifat vernünftig (ma 8223 qul) dan relevan (munasib) dengan kasus hukum yang ditetapkan. 2. Maslahat tersebut harus bertujuan memelihara sesuatu yang daruri dan menghilangkan kesulitan (raf 8223 u al-haraj), dengan cara menghilangkan masyaqqat dan madharrat. 3. Maslahat tersebut harus sesuai dengan maksud disyari 8223 atkan hukum (maqashid al-syari 8223 an) dan tidak bertentangan dengan dalil syara 8223 yang qahti 8223. Sementara itu Al ghazali menetapkan beberapa syarat agar maslahat dapat dijadikan sebagai penemuan hukum. ein. Kemaslahatan esu masuk kategori peringkat daruriyyat. Artinya bahwa untuk menetapkan Suatu kemaslahatan, Tingkat keperluannya Harus diperhatikan, apakah Akan sampai mengancam eksistensi lima unsur Pokok maslahat atau belum sampai Pada batas tersebut. Dalam kajian ilmu Ushul Fiqh 8220al-maslahat al-mursalah8221 adalah Suatu kemaslahatan Yang tidak ditetapkan oleh al-Syari 8223 sebagai dasar penetapan hukum, tidak pula ada Dalil syar 8223 i Yang menyatakan keberadaannya atau keharusan meninggalkannya. B. Kemaslahatan esu bersifat qath 8223 i, artinya yang dimaksud dengan maslahat tersebut bena-benar telah diyakini sebaiai maslahat tidak didasarkan pada dugaan (zhan) semata-mata. C. Kemaslahatan itu bersifat kulli, kinematu kemaslahatan itu berlaku secara umum dan kolektif, tidak bersifat individuell. Apabila maslahat itu bersifat individuellen maka syarat lain yang harus dipenuhi adalah bahwa maslahat itu sesuai dengan maqashid al-syari 8223 at. Berdasarkan ungkapan tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa antara metoden penemuan hukum istislahi sangat erat kaitaannya dengan maslahat. Sebagaimana yang diungkpkan oleh Imam Malik bahwa maslahat esu harus sesuai dengan tujuan disyariatkannya hukum dan diarahkan pada aufwärts menghilangkan segala bentuk kesulitan. Bentuk penemuan hukum berdasarkan istislahi suatu kemaslahatan yang tidak mempunyai dasar, tetapi juga tidak ada pembatalannya. Jika terdapat Suatu kejadian Yang tidak ada ketentuan Syari 8223 bei dan tidak ada 8222illat Yang keluar Dari syara 8223 Yang menentukan kejelasan hukum kejadian tersebut, kemudian ditemukan sesuatu Yang sesuai dengan hukum syara 8223. yakni Suatu ketentuan Yang berdasarkan pemeliharaan kemadaratan atau untuk menyatakan Suatu mamfaat, Maka kejadian tersebut dinamakan istislahi. Melihat Proses Penetapan hukum terhadap suatu maslahat yang ditunjukan oleh khusus. Dalam hal ini adalah penetapan suatu kasus bahwa hal itu diakui oleh salah satu bagian tujuan syara 8223. Proses seperti itu erblich istislah (menggali dan menetapkan suatu masalah). Walaupun para Ulama berbeda dalam memandang metode ini, hakikatnya adalah satu, yaitu setiap mamfaat Yang di dalamnya terdapat tujuan Secara Umum, namun tidak terdapat Dalil Yang Secara khusus menerima atau menolaknya. Sedangkan menurut Al Ghazali istislahi menurut pandangannya adalah Suatu metode istidlâl (mencari Dalil) Dari nash 8217syara 8223 Yang tidak merupakan Dalil tambahan terhadap nash syara 8223. tetapi ia tidak keluar Dari nash syara 8223. Menurut pandangannya ua merupakan Hujjah qathi 8223 iyyat Selama mengandung arti Pemeliharaan maskud syara 8223. walaupun dalam penetapannya zhani. Secara ringkas, dapat dikatakan bahwa metode penemuan hukum dengan istislahi esu difokuskan terhadap lapangan yang tidak terdapat dalam nash, baik dalam Al Quran maupun Als Sunnah yang menjelaskan hukum-hukum yang ada penguatnya melalui suatu i 8223 tibar. Juga difokuskan pada hal-hal yang tidak didapatkan adanya ijma 8223 atau qiyas yang berhubungan dengan kejadischen tersebut. Hukum yang ditetapkan dengan istislahi seperti pembukuan Al Quran dalam satu mushaf yang dilakukan von Usman Ibn Affan, khalifah ketiga. Haliu tidak dijelaskan oleh nash dan ijmak, melainkan didasarkan atas maslahat yang sejalan dengan kehendak syara 8223 unbekannt mencegah kemungkinan timbulnya perselisihan umat tentang Al-Quran. F. Penutup Dari uranian yang telah penulis paparkan di atas, maka terakhir dapat diambil kesimpulan sebagai Berikut: 1. Metode penemuan hukum adalah cara-cara yang ditempuh seorang mujtahid dalam mengeluarkan hukum dari dalilnya, baik dengan menggunakan kaidah-kaidah bahasa (lingkuistik) maupun dengan menggunakan kaidah-kaidah Ushuliyah lainnya. 2. Dalam perspektif penemuan hukum Islam dikenal juga dengan istilah metode penemuan hukum al-bayan, ta 8223 lili dan istislahi. 3. Metode penemuan hukum bayani adalah suatu metode berdasarkan kepada pemahaman terhadap teks. 4. Metode penemuan hukum ta 8223 lili adalah suatu metode penemuan hukum dengan 8222illat-8222illat dalam suatu masalah. 5. Metode penemuan hukum istislahi adalah metode penemuan hukum yang stresingnya lebih menekankan pada aspek maslahat secara langsung. A. Sumber Hukum Islam (Al Qur8217an dan Sunnah) Al Qur8217an merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril membacanya dinilai ibadah dan ditulis dalam bentuk mushaf. Semua ulama sepakat bahwa al Qur8217an merupakan sumber ajaran sekaligus sumber hukum Islam yang pertama dan paling utama. Dalil bahwa al Qur8217an adalah sumber hukum pertama dalam Islam sesuai dalam firman Allah. 8221Sesungguhnya Al Quran Ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mumin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.8221 (QS. al Isra8217. 9). Menurut ulama ushul fiqh, ayat itu dapat dimaknai bahwa al Qur8217an menjadi patokan atau kaidah dan tatanan hukum untuk manusia agar menjalankan kehidupan dengan baik dan benar menurut peraturan atau hukum-hukum Allah SWT. Sunnah secara etimologi berarti cara yang dibiasakan atau cara yang terpuji, sunnah lebih umum disebut dengan hadits yang mempunyai beberapa arti secara etimologis, yaitu Qarib artinya dekat, Jadid artinya baru dan Khabar artinya berita. Pengertian secara terminologi bisa dilihat dari tiga bidang ilmu yaitu ilmu hadits, ilmu fiqih dan ilmu ushul fiqh. Menurut ulama ahli hadits, sunnah identik dengan hadis yaitu semua yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik perkataan, perbuatan ataupun ketetapannya. Menurut ulama ushul fiqh, sunnah diartikan semua yang lahir dari Nabi SAW selain al Qur8217an, baik berupa perkataan, perbuatan ataupun pengakuan yang berkaitan dengan hukum. Adapun sunnah menurut ulama fiqh, di samping mempunyai arti seperti yang dikemukakan para ulama ushul fiqh, juga dimaksudkan sebagai salah satu hukum taklif yang mengandung pengertian perbuatan apabila dikerjakan mendapat pahala dan bila ditinggalkan tidak berdosa. B. Pengertian Metode Penemuan Hukum Islam Dalam istilah ilmu Ushul Fiqh metode penemuan Hukum dipakai dengan istilah 8220istinbath8221. Istinbath artinya adalah mengeluarkan hukum dari dalil, jalan istinbath ini memberikan kaidah-kaidah yang bertalian dengan pengeluaran hukum dari dalil. ImamAl-Ghazali dalam kitabnya8220Al-Mustashfa, memasukan dalam bab III dengan judul 8220ThuruqulIstitsmar8221. Jika dilihat tujuan mempelajari Ushul Fiqh maka hal yang paling penting dalam mempelajari ilmu tersebut adalah agar dapat mengetahui dan mempraktekkan kaidah-kaidah cara mengeluarkan hukum dari dalilnya. Dengan demikian metode penemuan hukum merupakan thuruq al-istinbath yaitu cara-cara yang ditempuh seorang mujtahid dalam mengeluarkan hukum dari dalilnya, baik dengan menggunakan kaidah-kaidah bahasa (lingkuistik) maupun dengan menggunakan kaidah-kaidah Ushuliyah lainnya. Ahli Ushul Fiqh menetapkan ketentuan bahwa untuk mengeluarkan hukum dari dalilnya harus terlebih dahulu mengetahui kaidah syariyy8217ah dan kaidah lughawiyah. 1a. Metode - Metode Penemuan Hukum Islam 1) Metode Bayani Dalam perspektif penemuan hukum Islam dikenal juga dengan istilah metode penemuan hukum al-bayan mencakup pengertian al-tabayun dan al-tabyin. yakni proses mencari kejelasan (azh-zhuhr) dan pemberian penjelasan (al-izhar) upaya memahami (alfahm) dan komunikasi pemahaman (al-ifham) perolehan makna (al-talaqqi) dan penyampaian makna (al-tablig). 2 Dalam perkembangan hukum bayani atau setidak-tidaknya mendekati sebuah metode yang dikenal juga dengan istilah hermaneutika yang bermakna 8220mengartikan8223, 8220menafsirkan8223 atau 8220menerjemah8223 dan juga bertindak sebagai penafsir. Dalam pengertian ini dapat dipahami sebagai proses mengubah suatu dari situasi ketidaktahuan menjadi mengerti, atau usaha mengalihkan diri dari bahasa asing yang maknanya masih gelap ke dalam bahasa kita sendiri yang maknanya lebih jelas, atau suatu proses transformasi pemikiran dari yang kurang jelas atau ambigu menuju ke yang lebih jelaskonkret bentuk transformasi makna semacam ini, merupakan hal yang esensial dari pekerjaan seorang penafsir muffasir. Dalam tradisi Hukum Islam sesungguhnya terminologi hermeneutika telah lama dikenal dalam keilmuan Islam yang sering disebut dengan istilah 8220ilmu tafsir8221 (ilm ta8217wil dan ilm al bayan). Bahkan dalam perkembangan dewasa ini ilmu tafsir mengalami kemajuan pesat dalam wacana keislaman, dalam perspektif yang lebih spesifik, penggunaan istilah 8220ilmu tafisr8223 ditujukan (dikhitobkan) pada terminologi 8220hermeneutika Al Quran8221 sebagaimana padanan kata dari hermeneutika pada umumnya. Trem yang digunakan dalam kegiatan interprestasi dalam wacana ilmu keislaman adalah 8220tafsir8221. Kata tafsir berasal dari bahasa Arab fassara atau safara yang artinya digunakan secara teknis dalam pengertian eksegesisi (penafsiran teks) di kalangan orang Islam sejak abad ke-5 hingga sekarang. 3 Hermeneutika yang dalam bahasa hukum Islam merupakan ilmu atau seni menginprestasikan (the art of interprestation) 8220teks8223 atau memahami sesuatu dalam pengertian memahami teks hukum atau peraturan perundang-undangan. dan kapasitasnya menjadi objek yang ditafsirkan. Kata sesuatuteks di sini bisa berupa. teks hukum, peristiwa hukum, fakta hukum, dokumen resmi negara, naskah-naskah kuno, ayat-ayat ahkam dan kitab suci atapun berupa pendapat dan hasil ijtihad para ahli hukum (doktrin). Motode dan teknik menafsirkannya dilakukan secara holistik dalam bingkai keterkaitan antara teks, konteks dan kontekstualisasi. Secara filosofis metode bayani mempunyai tugas ontologis yaitu menggambarkan hubungan yang tidak dapat di hindari antara teks dan pembaca, masa lalu dan sekarang yang memungkinkan untuk memahami kejadian yang pertama kali (geniun) Urgensi kajian ini dimaksudkan tidak hanya akan membebaskan kajian-kajian hukum dari otoritarianisme para yuris positif yang elitis, tetapi juga dari kajian-kajian hukum kaum strukturalis atau behavioralis yang terlalu emperik sifatnya. Sehingga diharapkan kajian tidak semata-mata berkutat demi kepentingan profesi yang eksklusif semata-mata menggunakan paradigma positivisme dan metode logis formal, namun lebih dari itu agar para pengkaji hukum supaya menggali dan meneliti makna-makna hukum dari perspektif para pengguna danatau para pencari keadilan. Relevansi dari kajian penemuan hukum bayani mempunyai dua makna sekaligus: Pertama, metode bayani dapat diahami sebagai metode interprestasi atas teks-teks hukum atau metode memahami terhadap suatu naskah normatif, di mana berhubungan dengan isi (kaidah hukumnya), baik yang tersurat maupun yang tersirat, atau antara bunyi hukum dan semangat hukum. Kedua, metode bayani juga mempunyai pengaruh besar atau relevansi dengan teori penemuan hukum. Hal mana ditampilkan dalam kerangka pemahaman lingkaran spriral hermenuetika (cyricel hermeneutics) yaitu berupa proses timbal-balik antara kaidah-kaidah dan fakta-fakta. 2) Metode Ta8217lili Metode ijtihad ta8217lili (kausasi) berusaha meluaskan proses berlakunya hukum dari kasus nash ke kasus cabang yang memiliki persamaan illat. Dalam epistemologi hukum Islam pola ini teraplikasi melalui qiyas. Dasar rasional aplikasi pola ini adalah adanya keyakinan kuat mujtahid yang melakukan qiyas mengenai adanya suatu atribut (wasf) pada kasus pokok yang menjadi alasan ditetapkannya hukum yang berlaku terhadap kasus tersebut dan atribut yang sama terdapat pada kasus cabang sehingga hukum kasus pokok itu berlaku pada kasus cabang. Untuk melakukan istinbath hukum secara qiyasi ( ta8217lili ), menurut mayoritas teoretisi hukum Islam diperlukan beberapa rukun yang harus dipenuhi, yaitu. 1. al-ashl . kasus asal, yang ketentuannya telah ditetapkan dalam nas, dan analogi berusaha memperluas ketentuan itu kepada kasus baru. 2. al-far8217 . kasus baru, sasaran penerapan ketentuan asal. 3. al-8216illat . kausa, yang merupakan sifat dari kasus asal dan ditemukan sama dengan kasus baru. 4. al-hukm (ketentuan) kasus asal yang diperluas kepada kasus baru. Untuk melakukan istinbath hukum secara qiyasi, maka 8216illat hukum merupakan hal yang pokok dan perlu diperhatikan. Maka sebagian ulama ushul seperti al-Bazdawi berpendapat bahwa rukun qiyas itu hanya satu yaitu 8216illat saja. Oleh karena itu, cara ini kemudian dikenal juga dengan metode istinbath isti8217lali . yakni metode mengambil kesimpulan hukum yang didasarkan kepada 8216illat hukum. Misalnya tentang larangan membakarmemusnahkan harta anak yatim yang diqiyaskan dengan larangan memakan harta mereka dengan batil. 4 3) Metode Istislahi Upaya penemuan metode yang prospektif-futuristik sebenarnya dapat diharapkan pada pola ijtihad istislahi yang lebih memberi ruang kepada kemungkinan analisis sosial. Namun usaha yang dirintis oleh al-Ghazali dan tertata sebagai bidang keilmuan yang mantap dan terstruktur di tangan as-Syatib ini tidak begitu berkembang, dipakai sebagai piranti ijtihad. Alasan umum realitas ini adalah tiadanya kata mufakat di antara pemikir akan otensitas dan landasan epistemik pola ini sebagai metode penemuan hukum Islam. Sebagaimana akan terlihat nanti betapa prospek metode ini akhirnya hilang dan baru muncul pada akhir-akhir ini dengan format, struktur dan kemasan yang modern. Misalnya ayat-ayat yang menyuruh berlaku adil untuk menetapkan adanya kewajiban berbuat adil pada semua keadaan, tidak boleh mencelakakan diri sendiri dan orang lain dalam keadaan apapun karena ada ayat al-Qur8217an dan Hadith umum yang menyatakan demikian, bahwa setiap kesulitan pasti ada jalan keluar yang meringankannya, tujuan sesuatu peraturan adalah kemaslahatan dan seterusnya. Biasanya, penalaran ini digunakan kalau masalah yang akan ditakyf (dikualifikasikan, diidentifikasi) tersebut tidak dapat dikembalikan kepada sesuatu ayat al-Qur8217an atau Hadith tertentu secara khusus. Dengan kata lain, tidak ada bandingannya yang tepat dari peristiwa yang terjadi pada zaman Nabi yang bisa digunakan. 5 Salah seorang 8216ulama8217 yang berperan besar dalam perumusan teori ini adalah al-Sytib (w. 790 H1388 M). 4) Maqashid al Syariah Menurut Allal al Fasiy, maqashid al Syariah adalah. Tujuan yang dikehendaki Syara dan rahasia-rahasia yang ditetapkan oleh Syariat Alloh pada setiap hukumNya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan maqashid al Syariah adalah tujuan Allah sebagai Syarih (Pembuat Hukum) dalam menetapkan hukum terhadap hambaNYA. Adapun inti dari maqashid al Syariah adalah untuk mewujudkan kebaikan sekaligus menghindarkan keburukan, atau menarik manfaat dan menolak mudharat, atau dengan kata lain adalah untuk mencapai kemaslahatan, karena tujuan penetapan hukum dalam Islam adalah untuk menciptakan kemaslahatan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syara8217 6. Abdullah Daraz dalam komentarnya terhadap pandangan al Syatibi menyatakan bahwa tujuan utama Allah menetapkan hukum-Nya adalah untuk terwujudnya kemaslahatan hidup manusia di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, taklif (pembebanan hukum) harus mengacu kepada terwujudnya tujuan hukum itu. Kajian tentang tujuan ditetapkannya hukum dalam Islam merupakan kajian yang menarik. Bahkan dalam perkembangan selanjutnya kajian ini merupakan kajian utama dalam filsafat hukum Islam. Sehingga dapat dikatakan bahwa istilah maqashid al Syariah identik dengan istilah filsafat hukum Islam. Hal ini disebabkan karena kajian ini melibatkan pertanyaan kritis tentang tujuan ditetapkannya suatu hukum. Filsafat hukum Islam sebagaimana filsafat pada umumnya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjangkau oleh ilmu hukum. Demikian juga dengan filsafat hukum Islam, seperti halnya tugas filsafat pada umumnya mempunyai dua tugas: pertama, tugas kritis dan, kedua tugas konstruktif. Bagi al Syatibi memahami maqashid al Syariah sangat urgen dilakukan ketika seorang ulama mujtahid ingin melakukan istinbath hukum. Karena dengan memahami maqashid al Syariah ia akan dapat mengetahui apa tujuan Allah menetapkan hukum-hukumNya. Oleh karena itulah al Syatibi menekankan jika upaya penggalian hukum syara itu berhasil secara optimal maka seorang mujtahid itu harus mampu memahami maqashid al Syariah. Maqashid al Syariah Sebagai Basis Teoritis dalam Memeriksa dan Memutuskan Perkara Inti dari maqashid al Syariah adalah untuk mencapai kemaslahatan, karena tujuan penetapan hukum dalam Islam adalah untuk menciptakan kemaslahatan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syara. Adapun tujuan syara yang harus dipelihara itu adalah 1) menjaga agama, 2) menjaga jiwa, 3) menjaga akal, 4) menjaga keturunan dan 5) menjaga harta. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seseorang mukallaf akan bisa memperoleh kemashlahatan jika ia mempunyai kemampuan untuk menjaga lima prinsip di atas, dan sebaliknya ia akan mendapatkan kemudharatan jika ia tidak bisa menjaga lima hal tersebut. Untuk mewujudkan kemashlahatan itu, menurut Muhammad Said Ramadhan al Buthi ada lima kriteria yang harus dipenuhi yaitu, pertama memperiotaskan tujuan-tujuan Syara, kedua tidak bertentangan dengan al Qur8217an, ketiga tidak bertentangan dengan al Sunnah, keempat tidak bertentangan dengan prinsip qiyas karena qiyas merupakan salah satu cara dalam menggali hukum yang intinya adalah untuk memberikan kemashlahatan bagi mukallaf dan kelima, memperhatikan kemashlahatan yang lebih besar. Kemudian bagaimana penerapan teori maqashid al Syariah ini dalam memeriksa dan memutuskan perkara. Dalam tahapan pemeriksaan, teori maqashid al Syariah yang digunakan adalah dengan memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan inti kasus yang sedang diperiksa. Artinya, bagaimana seorang hakim bisa menemukan fakta-fakta yang sebenarnya dari kasus tersebut, melalui pertanyaan-pertanyaan yang berdasarkan kepada analisis filosofis terhadap kasus yang sedang dihadapi. Untuk memunculkan pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka yang harus dilakukan oleh hakim adalah merumuskan masalah pada perkara yang sedang dihadapi. Perumusan pokok masalah dalam proses pemeriksaan dan pengambilan keputusan oleh hakim merupakan kunci dari proses penerapan hukum yang tepat dan benar. Bahkan menurut Taufik, SH, mantan Hakim AgungMantan Wakil Ketua Mahkamah Agung RI, yang dikutip oleh Andi Syamsu Alam, Tuada Uldilag Mahkamah Agung RI, bahwa apabila perumusan masalah dalam suatu perkara salah, maka proses selanjutnya akan salah. Dalam merumuskan masalah suatu perkara, maka yang perlu diperhatikan adalah melakukan identifikasi terhadap perkara yang sedang diperiksa. Pengidentifikasian suatu perkara perlu dilakukan agar hakim bisa melakukan kategorisasi terhadap perkara yang sedang diperiksa itu. Setelah masalah teridentifikasi dan kategori perkara telah jelas, selanjutnya hakim memilih metode yang digunakan dalam memeriksa perkara. Dalam memilih metode dalam memeriksa perkara, hakim juga harus mempertimbangkan latar belakang lahirnya suatu perkara, apa penyebab munculnya perkara tersebut. selain itu itu hakim juga harus melakukan pengumpulan data dan penganalisaan terhadap data untuk menemukan fakta yang sebenarnya. Sedangkan penerapan maqashid al Syariah dalam memutuskan perkara, maka yang menjadi pertimbangan hakim adalah teori kemashlahatan hukum, dalam artian, hakim sebagai penterjemah atau pemberi makna melalui penemuan hukum (rechtschepping) dan menciptakan hukum baru melalui putusan-putusannya (Judge made law), harus bisa mewujudkan kemashlahatan bagi masyarakat (terutama pihak yang berpekara) dalam setiap putusannya. Sehingga tidak ada pihak-pihak yang merasa menang dan yang merasa kalah, karena putusan hakim sudah memberikan kemashlahatan dan menolak kemudharatan bagi pihak-pihak yang berpekara. Adapun pertimbangan kemashlahatan yang perlu diperhatikan adalah asas kulliyah al Khamsah, yaitu menjaga 1) agama, 2) menjaga jiwa, 3) menjaga akal, 4) menjaga keturunan dan 5) menjaga harta. Kegiatan penemuan hukum dengan bayani berarti mengerti sesuatu pada intinya adalah sama dengan kegiatan menginterprestasi sehingga tercapai pemahaman sesuatu. Hal demikian merupakan aspek hakiki dalam keberadaan hukum dalam menjawab permsalahan yang mungkin timbul dengan pemahaman aspek teks hukum itu sendiri baik yang berwujud tulisan, lukisn, perilaku, peristiwa. Pemahaman itu tidak saja terbatas hanya pada tindakan intensitas, melainkan juga mencakup hal-hal yang tidak dimaksud oleh siapapun, jadi mencakup tujuan manifest dan tujuan laten. Penemuan hukum dengan metode ta8223lili yang merupakan sifat yang menjadi dasar hukum asal dan menjadi dasar untuk mempersamakan cabang dengan asal pada hukum nya Mendasarkan hukum kepada 82228216illah diharapkan melahirkan kemaslahatan, karena memang Al-Quran dan Sunnah memberikan petunjuk bahwa 8216illah hukum adalah sifat tertentu maka sifat itu merupakan 8216illah berdasarkan nash, sehingga pada dasarnya dapat diketahui bahwa ketentuan hukum itu dapat dipecahkan berdasarkan 8216illah hukum. Penemuan hukum istislahi dimaksudkan untuk mengetahui tujuan syariat dan merealisasikannya sehingga mampu menyelesaikan permasalahan hukum yang sedang dihadapi. Dalam keadaan demikian penemuan hukum dengan istislahi merupakan suatu jalan keluar dari kekakuan hukum agar hukum bermuara kepada keadilan dan tercapainya kemaslahataan. A. Djazuli, Ilmu Fiqh Penggalian, Perkembangan dan Penerapan Hukum Islam, Cet. 5, Edisi Revisi, (Jakarta, Prebada Media, 2005), hlm.17. Jazim Hamidi, Hermeneutika Hukum, Teori Penemuan Hukum Baru Dengan Interprestasi Teks,( Yogyakata, UII Pres, 2004), hlm. 23 Mushtafa Syalabi, Ta8217lil al-Ahkam (Beirut. Dar an-Nahdhah al-8216Arabiyyah, 1981), h. 14-34 1 A. Djazuli, Ilmu Fiqh Penggalian, Perkembangan dan Penerapan Hukum Islam, Cet. 5, Edisi Revisi, (Jakarta, Prebada Media, 2005), hlm.17. 2 Jazim Hamidi, Hermeneutika Hukum, Teori Penemuan Hukum Baru Dengan Interprestasi Teks,( Yogyakata, UII Pres, 2004), hlm. 23 4 Mushtafa Syalabi, Ta8217lil al-Ahkam (Beirut. Dar an-Nahdhah al-8216Arabiyyah, 1981), h. 14-34 6 Al-Imam As-Dsahabi, Siratun-Nubalaa. di kutip dari zakarialombok. blogspot201101maqashid-syariah-sebagai-metode. html

Comments

Popular posts from this blog

Kommunistische Wirtschaft Investopedia Forex

Tradestation Forex Margin Requirements Forex

Forex Bangkok